Sabtu, 28 Februari 2009

WANAYASA PUNYA MANISAN PALA


MANISAN buah pala barangkali sudah dikenal di mana-mana, tak terkecuali di Purwakarta, Jawa Barat. Di bagian timur wilayah ini, Anda bisa menjumpai cemilan yang dipercaya penuh khasiat itu.
Dalam bahasa India, buah pala dikenal dengan sebutan jadikeir. Sedangkan dalam bahasa China disebut loahau. Di Eropa, pala diolah sebagai minuman penghangat badan dan biasanya diminum ketika musim dingin tiba.
Buah pala berasal dari keluarga Myristicaceae. Nama latinnya adalah Myristica argentea, Myristica fragrans, dan Myristica malabarica. Tanaman ini umumnya bisa menghasilkan buah setelah berumur 7 tahun.
Di Indonesia, buah pala disebut-sebut berasal dari wilayah Kepulauan Banda, Maluku. Tinggi pohonnya bisa mencapai belasan meter. Pada saatnya, bunga terlihat di setiap ujung ranting yang kelak menjadi buah. Warna buahnya hijau kekuningan. Daging buahnya tebal berwarna keputihan dan rasanya getir, karena mengandung banyak getah. Tanaman ini umumnya dibudidayakan di wilayah perbukitan.
Di Purwakarta, Anda bisa menemukannya di Desa/Kecamatan Wanayasa. Letaknya kira-kira 25 km dari pusat kota Purwakarta ke arah Ciater. Warga setempat tidak hanya memanfaatkan buah pala untuk diambil bijinya. Daging buah itu diolah menjadi manisan. Deretan penjual manisan buah pala itu terpusat di sekitar Situ Wanayasa.
Secara umum, olahan buah pala itu dikenal dengan sebutan manisan pala basah dan pala kering. Pembedaan itu terkait cara pembuatannya. Bahan baku utamanya tetap sama, yaitu buah pala.
Adalah Nur (25), salah satu warga yang telah lama menggeluti pembuatan manisan buah pala itu. Dia menjelaskan, pembuatan manisan pala cukup sederhana. Buah pala yang telah dikupas kemudian diiris sesuai bentuk yang diinginkan. Buah itu selanjutnya direndam dalam air garam 1x24 jam.
Untuk jenis manisan pala kering, usai direndam air garam daging buah pala itu kemudian dicuci. Lalu daging buah pala itu diolesi gula pasir dan dijemur. Pengolesan dilakukan hingga 2 kali untuk mendapatkan rasa yang manis. Setelah itu ditempatkan di wadah yang kering dan siap dinikmati.
Jenis manisan pala basah lain lagi prosesnya. Setelah direndam air garam dan dicuci, pembuatan manisan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Daging buah pala direndam di dalam air gula. Selain buah pala itu sendiri, air dari manisan pala basah itu juga dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
Penuh khasiat
Banyak referensi menyebutkan buah pala itu penuh khasiat. Guidebook on The Proper Use of Medicinal Plants misalnya, menyebut buah pala kaya senyawa kimia yang bermanfaat untuk kesehatan.
Senyawa kimia itu bisa membantu mengobati masuk angin, gangguan susah tidur (insomnia), memperlancar pencernaan dan meningkatkan selera makan (bersifat stomakik), memperlancar buang angin, mengatasi rasa mual-muntah (antiemetik), dan nyeri haid.
Kandungan kimia dalam buah pala itu juga dipercaya dapat mengatasi batuk berlendir, menghilangkan kejang otot, dan menjadi penenang bagi mereka yang hiperaktif. Memakan buah pala juga dapat menghilangkan ketagihan merokok.
Karena besarnya manfaat buah pala itu, minat terhadap aneka jenis olahan berbahan baku buah pala hingga kini tak pernah surut. Manisan buah pala ini salah satu yang diburu sebagai oleh-oleh berkhasiat.
Di sekitar Situ Wanayasa itu, satu kg manisan pala umumnya dijual seharga Rp 25.000. Untuk manisan buah pala basah dijual dalam beragam kemasan. Harganya bervariasi, dari Rp10.000 untuk kemasan toples kecil hingga Rp 60.000 untuk kemasan toples terbesar.
"Peminatnya lumayan, rata-rata sehari bisa 10-15 pembeli. Banyak juga yang sengaja mencari ke sini," tutur Yulia, salah satu penjual manisan pala lainnya.
www.wartakota.co.id

DESA KOTA


Desa Wanayasa yang indah terdapat berbagai ciri khas mulaidari makanan hingga tradisi yang sangat kental, diantaranya, yaitu makanan sate maranggi, serta manisan pala, Wanayasa juga sering disebut yaitu "DESA KOTA", kenapa disebut begitu ternyata memiliki sifat yang Kedesa-desaan akan tetapi teknologi serta ilmu pengetahuan hampir menyamai kota, secara dulu Kabupaten Purwakarta bertempat di Wanayasa, masih banyak lagi carita tantang Desa Wanayasa.

Kamis, 26 Februari 2009

WANAYASA

DARI sekian banyak objek wisata yang terdapat di Kabupaten Purwakarta, bendungan Jatiluhur masih menjadi primadona. Di tempat kedua, berdasarkan kunjungan wisatawan, adalah Situ Wanayasa. Tidak kurang dari 10.000 orang mengunjungi tempat ini saat musim liburan Lebaran lalu.

Selain berada di lokasi berhawa sejuk, danau ini dilatarbelakangi panorama yang sangat indah. Terletak di kaki bukit Gunung Burangrang, Situ Wanayasa, oleh masyarakat setempat diibaratkan sebagai gerbang desa. Disebut sebagai gerbang desa, menurut salah seorang tokoh masyarat Uci Sanusi (62), disebabkan Situ Wanayasa menjadi tempat pertemuan masyarakat desa dengan pendatang atau wisatawan.

Gerbang desa hanyalah satu dari tiga fungsi yang tercipta dari keberadaan danau ini. Fungsi kedua lainnya adalah sebagai sumber irigasi persawahan penduduk dan penunjang ekonomi masyarakat terutama kaum pedagang. Keindahan Wanayasa yang mengundang pendatang menumbuhkan semangat entrepreneur penduduk sehingga menumbuhkan perniagaan di sekitar situ (danau).

Tak ada orang yang tahu pasti sejak kapan danau ini muncul. "Menurut cerita orang-orang tua di sini, Situ Wanayasa muncul antara tahun 1681 s.d. 1700," kata Uci. Konon, dulu Situ Wanayasa memiliki luas hampir 40 sampai dengan 50 ha. Saat ini menyusut hingga hanya seluas 5 ha.

Kondisi memprihatinkan memang sedang terjadi di objek wisata yang potensial ini. Perlahan, tapi pasti luas danau semakin menyusut. Menurut salah seorang tokoh pemuda di Desa Wanayasa, Didin Syafrudin (32) bukti pendangkalan ditunjukkan dengan munculnya area persawahan di sekitar danau. Area tersebut tadinya tidak ada. Masyarakat langsung memanfaatkannya tanpa merasa harus membuktikan kepemilikan tanah.

"Sebenarnya Situ Wanayasa sedang merana. Baik masyarakat juga pemerintah hanya terlena pada keindahannya, tetapi tak mau merawatnya dengan serius," kata Didin. Ia yakin bila ada yang menggarap Situ Wanayasa dengan serius, maka wisata ini tidak akan kalah hebat dengan wisata air panas Ciater atau pemandangan Gunung Tangkubanparahu.

Untuk mengembangkan potensi besar ini, sebenarnya tidak terlalu sulit. Infrastruktur ke arah sana sudah mulai baik. Akses jalan menuju situ terbuka lebar. Wisatawan akan memiliki banyak pilihan. Mereka tak harus berhenti di Situ Wanayasa, jika belum letih perjalanan masih bisa dilanjutkan ke tempat lainnya seperti Curug Cibulakan. Konon menurut cerita rakyat, air Situ Wanayasa berasal dari rembesan Curug Cibulakan. Setelah Curug Cibulakan, masih ada lagi Curug Cijalu, Ciater dan Batu Kapur, hingga perjalanan berakhir ke arah Lembang.

Saat ini, Situ Wanayasa sudah dimanfaatkan oleh kalangan pedagang kecil. Penduduk sekitar bermunculan sebagai pedagang, menjajakan makanan khas Desa Wanayasa. Potensi untuk meningkatan APBD juga terbentang lebar, misalnya lewat pemungutan retribusi.

Didin berharap, bila Pemkab Purwakarta belum mampu memoles potensi wisata di daerah ini sebaiknya merelakannya pada pihak ketiga. "Tempat ini memang memerlukan investasi besar. Tidak apa jika memang ada pihak ketiga atau investor besar yang mau menyentuhnya,